Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan Lengkap Dr. Piprim Basarah tentang Unsur Babi dalam Vaksin

Banyak yang bertanya kenapa hasil uji lab vaksin MR tidak terdeteksi adanya unsur porcine (babi) tapi kok fatwa MUI tentang vaksin MR adalah haram, meskipun tetap boleh digunakan selama tidak ada alternatif lain dan memenuhi kaidah darurat syar’iyyah. Tadinya saya ngga ingin masuk ke ranah ini, tapi mungkin lebih baik dijelaskan secara umum agar tidak ada kesimpangsiuran dan menyebut saya hobinya menghalalkan yang haram.. dan senang mengutak-atik dalil ups... antivaks dikau memang kejaaam....

 Sebenarnya ini bermula dari perbedaan fikih cara pandang ulama mazhab terhadap konsep istihalah atau hukum transformasi zat. Istihalah adalah transformasi zat, perubahan zat dari unsur semula menjadi unsur baru. Misalnya dari buah anggur yang halal berubah jadi wine (khamr yang memabukkan) yang hukumnya haram dan ketika wine secara alamiah berubah menjadi cuka maka hukumnya kembali halal.

Ulama mazhab Syafi’i dan sebagian ulama mazhab Hambali membatasi istihalah hanya pada 3 kondisi saja yaitu pada kulit bangkai hewan yang najis bisa berubah halal jika disamak, perubahan bangkai babi menjadi garam yang terjadi secara alamiah, dan perubahan khamr menjadi cuka secara alamiah. Di luar ketiga hal tersebut maka tidak berlaku kaidah istihalah. Artinya meski produk akhir bebas unsur haram tapi karena di awal atau pada prosesnya memanfaatkan barang haram maka hasil akhirnya tetap haram. Nah MUI menganut pendapat ini. Jadi meski uji Labkesda tidak ditemukan unsur babi dalam vaksin MR maka hukumnya tetap haram karena pada prosesnya menggunakan bahan bersumber babi.

MUI ngga bilang vaksin MR haram karena mengandung babi lho ya... catat itu ya. Sedangkan ulama mazhab Hanafi, Maliki, Zahiri (Ibn Hazm), Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa istihalah berlaku secara umum. Mereka melihat produk akhirnya seperti apa. Benda produk istihalah dihukumi di produk akhir, kaidah yg dianut adalah Al Hukmu yaduru ma’a illatihi.. wujudan au ‘adaman.. Hukum itu mengikuti keberadaan illat atau alasan, jika ada alasan maka hukum itu ada, jika tidak ada alasan maka hukumnya pun tak ada.

Dalam kasus vaksin MR jika memakai kaidah ini maka tak ada alasan menghukum haram karena produk akhir tak mengandung unsur haram. Jadi kita bisa mengerti bahwa vaksin Rotavirus dengan dua merek yg ada : Rotateq dan Rotarix yang pada proses pembuatannya juga bersinggungan dengan bahan bersumber babi, tapi di produk akhirnya tidak lagi mengandung unsur babi, kedua vaksin ini sudah mendapatkan sertifikat halal dari IFANCA dan Halal Europe.

Mengapa?

Karena ulama-ulama IFANCA dan Halal Europe menganut pendapat kedua. Clear kan bapak ibu yang baik hati dan tidak sombong... Ini mirip dengan pilihan fikih dalam ibadah yang lain: yang satu pakai doa qunut saat shalat subuh, yang lain ngga pakai qunut. Yang satu pakai usholli yang lain ngga pakai usholli, dst. Semua Imam mazhab sepakat bahwa daging babi, kulit, tulang, lemak, darah babi semua haram... Yang mereka berbeda adalah dalam hal istihalah ini... alias ketika terjadi transformasi atau perubahan menuju zat baru yang berbeda total dari zat semula.

 Semoga penjelasan ringkas ini bisa dipahami dan kaum antivaks ngga perlu lah kalian menuduh saya dengan kejamnya seperti itu. Kenapa saya amat peduli dengan masalah vaksinasi ini.. karena sebagai dokter anak saya amat sedih menyaksikan derita bayi-bayi cacat berat akibat sindrom Rubella Kongenital atau bayi sakit karena difteri hingga mesti dilubangi lehernya, atau bayi batuk parah hingga biru akibat Pertusis, atau bayi cacat karena radang otak pasca sakit campak, atau anak lumpuh karena polio...

Dan sebenarnya semua itu bisa kita cegah dengan ikhtiar vaksinasi. Yang sampai saat ini MUI pun mengakui bahwa vaksinasi tak bisa digantikan dengan cara apapun sehingga termasuk upaya darurat.... Beda ikhtilaf di kalangan ulama mazhab hal biasa aja. Salam imunisasi... 

Referensi: Jamaludin, Mohammad & Wan, Che & Jasimah, Che & Radzi, Mohamed. (2009). TEORI ISTIHALAH MENURUT PERSPEKTIF ISLAM DAN SAINS: APLIKASI TERHADAP BEBERAPA PENGHASILAN PRODUK MAKANAN. Shariah Journal. 17. 169-194